Sore
hari suara bising kendaraan bermotor menghiasi indra pendengaranku, polusi
udara seolah menusuk rongga hidung untuk berikan rasa tak nyaman. Aku bergegas
menuju sebuah yayasan yang menampung banyak anak yatim, dan bahkan mungkin
telah jadi anak yatim piatu. Sesampainya disana, aku disuguhi tangisan anak
kecil yang merengek minta diberi susu, dan beberapa anak lainnya terlihat asyik
memanjat pohon nangka di sebelah yayasan dengan tawa lepas mereka yang membuatku
iri. Dalam hati terbersit, “Andai saja aku bisa kembali ke masa lalu, akan aku
lepaskan semua beban yang kini tengah membebaniku, bermain dengan teman,
mengotori baju, dan sesekali aku rindu dimarahi Ibu” Kemudian sapaan mereka
menyadarkanku dari khayalan, “A, cari siapa ?” sapa kedua anak yang tadi tengah
memanjat pohon nangka, kemudian aku katakan apa maksud kedatanganku kesana, dan
kedua anak tersebut membantuku mencari orang yang aku hendak datangi.
Mereka berlarian masuk kedalam rumah sembari tertawa mereka yang selingi langkah kecil dan membuatku semakin teringat masa lalu. Ingat masa duluku, Aku yang kala itu sangat nakal, mengejar tukang es krim sampai ke depan sebuah sekolah dasar, memesan dua buah es krim lalu menghabiskannya, saat sang tukang menanyakan uang untuk bayar es krim tersebut, kami hanya saling pandang yang kala itu Aku ditemani seorang teman masa kecil. Kemudian Ibuku mengejar dan kemudian membayar es krim yang telah kami makan itu. Ibu tak pernah mengeluh akan masa kecilku, senyumanlah yang selalu hiasi wajah Ibu saat Aku melakukan hal yang begitu memalukan di depan umum. Khayalanku kembali kabur saat anak – anak itu mengatakan bahwa orang yang aku cari tidak ada di dalam rumah, mereka kembali berlari ke luar rumah tanpa alas kaki, tak pernah terdengar keluhan dari mereka, bahkan para pengasuh yayasan tersebut, cahaya dari wajahnya yang membuatku terhenyap saat beradu pandang dengan mereka, Ikhlas karena Allah ta’ala lah yang mereka tanamkan saat harus hadapi sesi penggantian popok bagi para penghuni yayasan yang masih berumur dibawah tiga tahun, ataupun saat mereka harus hadapi aktifnya anak yang berumur dibawah sepuluh tahun. Mereka hadapi semuanya dengan senyuman, memang benar senyum itu membuat segalanya lebih mudah, karena saat tersenyum kita telah mendoktrin diri untuk berpersepsi bahwa segalanya memiliki jalan keluar.
Tak lama berselang muncul dari dalam
rumah seorang anak kecil perempuan dengan tatapan kosongnya langsung menatap
tajam ke arah mataku, anehnya Aku tak lantas melepaskan pandangan, selaput
pelangi matanya yang berwarna hitam seolah jadi portal hidayah Allah untuk
buatku merenung sejenak dan menyesali seluruh waktu yang telah ku sia – siakan.
Anak perempuan tadi terus berjalan mendekatiku sembari menyusurkan tangannya ke
sebuah dinding di rumah itu, dan berdiri di anak tangga kedua teratas. Aku yang
semakin tak tega melihat besarnya ujian yang mereka pikul akhirnya memalingkan
pandangan, di sela waktu itu Aku terus berfikir dan bersyukur bahwa Aku
dilahirkan dan ditakdirkan sampai berumur 15 tahun ini, masih diperkenankan
memiliki orang tua yang utuh, tak seperti mereka yang mungkin tidak seberuntung
Aku untuk tinggal satu atap dengan orang tua. Tetapi aku masih belum mampu
untuk mencium punggung tangan orang tuaku saat pagi sebelum berangkat sekolah,
masih belum mampu membuat mereka tersenyum bahagia atas apa yang telah Aku
berikan, dan masih banyak lagi.
Saat aku kembali memberanikan diri
untuk menatap mata anak perempuan itu lagi, ternyata yang aku dapatkan adalah
senyuman manis dari sang anak kemudian pergi dengan lari kecilnya menuju rumah
kembali. Kunjunganku yang singkat itu berikan makna yang sungguh luar biasa,
semoga impianku untuk dicintai sang khalik tercapai karena salah satu syaratnya
adalah dicintai anak yatim, semoga kelak aku dapat berbakti dan menginfaqkan
hartaku dijalan Allah, dan membuat anak yatim tak lagi jadi cemoohan orang –
orang karena menganggap mereka orang buangan, semoga pada akhirnya cinta Allah akan
selalu menyertaiku dalam setiap langkah menuju kebahagiaan abadi, syurganya Allah
SWT. Aamiin.
Sahabat – sahabatku sekalian semoga di akhir hayat nanti tangisan anak yatim akan mengiringi kepergian kita karena mereka sungguh merasa kehilangan orang yang mereka cintai.
Banu
Luthfan Aziz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar